Strategi Komunikasi pada Masa Krisis

Mimbar Mahasiswa

Strategi Komunikasi pada Masa Krisis

Affan Syafiq - detikNews
Rabu, 05 Agu 2020 11:34 WIB
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto (Foto: Setkab.go.id)
Jakarta -

Pandemi Covid 19 yang telah menjangkit seluruh dunia membuat kegiatan komunikasi pada saat krisis berbeda dengan berkomunikasi di saat kondisi normal. Selama krisis, kejadian tak terduga dan tidak biasa dan berbahaya dapat membawa perubahan mendadak. Hal ini membuat komunikasi saat masa krisis merupakan bagian penting bagi seorang komunikator secara keseluruhan untuk mengatasi masalah kesenjangan informasi, khususnya terkait pandemi Covid-19.

Komunikasi adalah usaha yang sulit bahkan ketika tidak dalam kondisi krisis. Menjadi seorang komunikator yang baik perlu fokus, memiliki persiapan dan keterampilan mendengar, juga dapat melihat dari sudut pandang audiens. Kepercayaan dan kredibilitas komunikator merupakan prinsip kunci dari komunikasi yang efektif.

Untuk membangun kepercayaan, komunikator harus selalu peduli (simpatik), dapat memahami (empati), serta jujur dan terbuka. Kala menampilkan komitmen dan dedikasi serta menunjukkan kompetensi dan keahlian, maka akan dianggap sebagai sumber yang kredibel. Komunikator yang baik dapat menjadi juru bicara yang besar, terutama selama masa krisis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memahami kebutuhan informasi dari audiens akan membantu menjalankan respon komunikasi yang efektif. Komunikator profesional akan mengidentifikasi atau menargetkan audiens sebelum mulai. Target audiens adalah kelompok yang dinginkan atau dibutuhkan untuk dicapai. Setelah mengidentifikasi audiens yang menjadi sasaran, perlu menentukan bagaimana dapat menjangkau mereka.

Menggunakan media massa adalah hal yang wajib dioptimalkan guna menyebarluaskan informasi penting. Institusi media pada dasarnya memperhatikan produksi dan distribusi "pengetahuan" dalam pengertian paling luas.

ADVERTISEMENT

Pengetahuan itu memungkinkan kita dapat memahami "pengalaman" kita akan dunia sosial. Selain itu, media dalam skala yang luas bekerja untuk membentuk persepsi dan definisi kita akan realitas sosial, dan merupakan sumber utama standar, nilai, dan moral.

Namun, harus menjadi perhatian kita juga terkait bagaimana menjangkau orang yang tidak memiliki akses ke media massa, ponsel, dan internet? Jika mengunjungi tempat tinggal mereka, dapat membuat selebaran atau billboard, bertemu dengan beberapa pemimpin masyarakat yang nantinya akan membantu menyebarkan pesan.

Memahami apa yang audiens pedulikan akan membantu membentuk pesan yang jelas dan strategis sehingga efektif. Sebagai pejabat negara memiliki pemahaman mengenai kondisi lokal masyarakat; jika mereka merasa tidak didengar, mereka tidak akan mendengarkan. Jadi penting untuk tidak membuat asumsi tentang apa yang orang tahu, atau pikirkan, atau ingin lakukan terkait risiko yang mengancam kesehatan dan keselamatan.

Hal yang dibutuhkan oleh para komunikator saat terjadi krisis bukanlah penanganan yang telah terencana sebelumnya, melainkan perilaku dan pola pikir yang dapat mencegah reaksi yang berlebihan terhadap krisis dan bagaimana menghadapi tantangan ke depan.

Luangkan waktu untuk mendengar dan mencari tahu apa yang dipikirkan masyarakat bisa melalui wawancara, diskusi, kelompok penasehat, nomor telepon bebas pulsa, atau survei. Berkolaborasi dengan sukarelawan, komunitas kelompok agama bahkan remaja adalah audiens yang penting, jadi pastikan untuk mendengarkan para pemimpin mereka. Memiliki kontak akan sangat membantu jika perlu jaringan komunikasi mereka.

Adapun target audiens dapat meliputi tenaga kerja formal dan informal, kelompok eksekutif atau pemimpin bisnis, tenaga kesehatan, ibu rumah tangga, dan lainnya. Memahami target audiens dan keprihatinannya tentang apa yang pertama kali ingin diketahui oleh masyarakat, media, atau pemangku kepentingan lainnya, seperti bisnis, LSM, organisasi keagamaan, jika terjadi krisis?

Untuk kelompok masyarakat biasanya pertanyaan yang sering muncul antara lain apakah saya aman? Apakah keluarga saya aman? Apa yang telah ditemukan yang dapat mempengaruhi saya? Apa yang dapat saya lakukan untuk melindungi diri dan keluarga saya? Siapa/apa yang menyebabkan ini? Dapatkah diperbaiki?

Untuk kelompok media, apa yang terjadi? Apakah sudah diatasi? Siapa yang bertanggung jawab? Apakah orang membutuhkan dibantu? Apa yang bisa diharapkan? Apa yang harus kita lakukan? Untuk kelompok pemangku kepentingan lainnya, bagaimana kelompok saya akan terpengaruh?

Sumber daya apa yang akan kita miliki untuk memobilisasi dan menjamin keselamatan anggota kita? Apa peran yang dapat diberikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap kelompok kami? Ini adalah beberapa studi kasus untuk mencari masukan dari yang mewakili khalayak yang berbeda.

Pastikan selalu agar mereka dapat tetap up to date pada perubahan, kebutuhan informasi, dan prioritas kelompok mereka. Berkoordinasi dan berkolaborasi dengan sumber kredibel lainnya akan membantu mendapatkan pesan kunci dengan efektivitas lebih besar. Misalnya, pertimbangkan untuk melibatkan perwakilan dari kelompok seperti pemuda, agama, tenaga kerja, bisnis, dan masyarakat adat.

Waspadalah terhadap pertimbangan sosial, budaya, ekonomi, atau politik yang lebih luas yang dapat mempengaruhi komunikasi dengan audiens. Identifikasi audiens dan cobalah menempatkan diri di tempat mereka.

Selama krisis dan keadaan darurat, keprihatinan utama audiens adalah tentang kesehatan dan keselamatan fisik, akses terhadap makanan dan layanan penting, kemampuan untuk pergi bekerja dan memiliki cukup uang.

Kekhawatiran publik harus selalu diatasi saat mengembangkan tujuan komunikasi dan pesan utama. Misalnya, memastikan bahwa masyarakat memiliki cukup makanan, air, dan perawatan medis, mencegah kepanikan publik ketika ada kematian yang tinggi, membuat beberapa pesan penting berulang-ulang misalnya jaga jarak, sering mencuci tangan, orang yang sakit harus tinggal di rumah dan tidak pergi bekerja ataupun bersekolah.

Oleh karena itu, ketika berkomunikasi dengan publik selama krisis harus selalu bertujuan untuk menjadi akurat, kredibel, bersedia dan mampu memperbaiki kesalahan informasi dan menghilangkan rumor, konsisten, relevan, sering, siap untuk merespons, dan tepat waktu (berarti dijadwalkan secara teratur).

Affan Syafiq mahasiswa Universitas Indonesia

(mmu/mmu)